Pernyataan ini merupakan salah satu pernyataan
yang disampaikan oleh Paus Fransiskus melalui tweetter. Tak ada keterangan
lebih lanjut mengenai pernyataannya itu. Oleh karena itu, penulis berupaya
menggali konteks yang melingkupinya dan membantu untuk memahami pernyataan itu
secara lebih baik dan lebih mendalam.
Salah satu konteks yang tampaknya cocok dengan
pernyataan Bapa Suci itu adalah sebuah perikop di dalam Kitab Suci, yakni Injil
Lukas 6:27-36. Perikop ini diberi judul “Kasihilah Musuhmu”. Dalam perikop ini,
Yesus menyampaikan pesan kepada para murid untuk bermurah hati, sama seperti
Bapa adalah murah hati. Kemurahan hati itu diharapkan menjadi nilai fundamental
dan karakter dasar bagi setiap orang yang mengikuti Yesus. Nilai fundamental
dan karakter dasar ini ditegaskan oleh Yesus dalam pernyataan,”Jika kamu
mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun
mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jika kamu berbuat baik
kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang
berdosapun berbuat demikian.” (Luk 6:32-33).
Secara lebih positip dan apresiatif, Yesus
mengajak para muridnya untuk menunjukkan kemurahan hati itu dalam tindakan
nyata yang progresif dengan mengatakan,”Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan
berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan,
maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah yang Mahatinggi,
sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap
orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu murah hati”.
(Luk 6:35-36)
Kemurahan hati yang diajarkan oleh Yesus dalam
wujudnya yang paling konkret dan progresif yaitu mengasihi musuh, kiranya
merupakan langkah radikal untuk memutus rantai permusuhan dan pertentangan,
memutus rantai konflik dan dendam, dan menjadi jembatan yang kokoh bagi upaya
membangun perdamaian. Kemurahan hati akan mampu menjadi jalan untuk mengubah
dunia, yakni perubahan dari dunia yang penuh konflik, peperangan, dan
penderitaan menuju kepada dunia yang dipenuhi oleh kasih sayang, pemahaman,
perdamaian dan kebahagiaan dalam syukur dan hormat antar manusia.
Di dalam konteks masyarakat Indonesia yang
berbhinneka, majemuk dan sangat kaya dengan perbedaan, tidak jarang ditemukan
gesekan, tidak sambungnya komunikasi, prasangka bahkan pertentangan yang
menimbulkan trauma maupun stigma terhadap mereka yang berbeda. Salah satu cara
memperbaiki relasi buruk itu adalah dengan terus-menerus membangun jembatan
komunikasi dan dialog yang tiada putus. Nilai fundamental dan karakter dasar
yang sangat dibutuhkan untuk memiliki kesanggupan membangun jembatan komunikasi
dan dialog tanpa putus itu adalah kemurahan hati. Kemurahan hat, ketika telah
menjadi pilihan tindakan yang konkret, akan jauh melampaui apa yang disebut
sebagai toleransi. Kemurahan hati adalah sebuah langkah keluar, menjangkau
orang lain yang barangkali sangat berbeda, bahkan yang secara nyata telah
menunjukkan sikap dan perilaku memusuhi, yakni dengan mengampuni mereka,
memahami segala faktor yang mempengaruhi mengapa mereka bertindak demikian,
lalu dengan penuh kesabaran menghadirkan kebaikan-kebaikan tulus kepada mereka
sambil terus-menerus membuka jembatan untuk saling memahami dan membongkar
prasangka, dan lebih dari itu, sanggup, ikhlas dan berani untuk membela mereka
ketika hak-hak dasar mereka sebagai manusia mengalami bahaya perampasan. Secara
sosial-kultural, kemurahan hati itu terwujud dalam sikap pro-eksistensi.
Sejarah sosial agama-agama pada masa lalu
telah mewariskan teladan yang luar biasa berkaitan dengan kemurahan hati ini.
Kemurahan hati yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus dan menjadi inspirasi
bagi Bapa Fransiskus, ternyata tidak ekslusif merupakan ajaran kristiani,
melainkan merupakan ajaran dasar semua orang beriman yang merendahkan diri dan
tunduk kepada Allah, Bapa semua orang. Kemurahan hati hanya dapat mengalir di
dalam diri mereka yang sungguh-sungguh menundukkan diri di hadapan Allah dan
mensyukuri seluruh anugerah Allah yang diberikan tanpa syarat dan tanpa batas,
dan dengan ikhlas melakukan segala kebaikan kepada orang lain tanpa
mengharapkan imbalan sebagaimana Allah sendiri telah memberikan kebaikan kepada
dirinya dan kepada semua orang.
Semoga kemurahan hati itu tumbuh di dalam hati
setiap orang di jaman ini, dan menjadi daya untuk mengubah dunia menuju kepada
kehidupan yang lebih diwarnai oleh perdamaian, persahabatan dan saling
hormat.***
August 24, 2017
(Indro Suprobo)