Dalam sebuah perayaan ekaristi untuk
mengukuhkan (kanonisasi) tujuh orang suci baru di Basilika Santo Petrus, Bapa
Fransiskus menyatakan,”Kita berdoa bukan
untuk berlindung di sebuah dunia yang ideal, juga bukan untuk melarikan diri ke
dalam ketenangan yang semu dan penuh cinta diri. Sebaliknya, kita berdoa untuk
berjuang, dan juga untuk membiarkan Roh Kudus berdoa di dalam diri kita. Karena
Roh Kuduslah yang mengajari kita untuk berdoa. Ia menuntun kita dalam doa dan
membuat kita sanggup berdoa sebagai anak-anak Bapa”.
Menurut Bapa Fransiskus, santo dan santa
adalah orang-orang yang sungguh-sungguh berani menyelami misteri doa. Mereka
adalah laki-laki maupun perempuan yang berjuang dengan doa dan membiarkan Roh
Kudus berdoa serta berjuang di dalam diri mereka. Mereka berjuang sampai titik
akhir, dengan segala daya mereka, sampai akhirnyua mereka mencapai kemenangan. Namun
kemenangan itu bukan karena usaha mereka sendiri, melainkan karena kemenangan
Tuhan yang ada di dalam diri mereka dan bersama dengan mereka. Oleh karena itu,
tujuh orang suci yang pada hari itu dikukuhkan sebagai santo dan santa, juga
telah melaksanakan perjuangan iman dan cinta melalui doa-doa mereka. “Itulah sebabnya mengapa mereka tetap kuat
di dalam iman, disertai dengan ketabahan dan kemurahan hati”. Melalui
teladan para santo dan santa itu, Bapa Fransiskus juga berharap semoga Tuhan
juga memberi daya dan kekuatan kepada kita agar menjadi pribadi-pribadi pendoa.
Bapa Fransiskus mengajak kita semua untuk setiap saat berseru kepada Tuhan,
baik siang maupun malam. Bapa Suci berharap kita semua sanggup menyediakan
ruang dalam batin kita dan membiarkan Roh Kudus sendiri berdoa di dalam diri
kita, saling mendukung satu sama lain di dalam doa, agar kita semua tetap tegar
sampai pada akhirnya, rahmat dan belas kasih Allah sendiri mencapai kemenangan.
Menjadi manusia pendoa bukanlah sebuah
kewajiban, melainkan sebuah gaya hidup yang dipilih dan ditekuni hari-demi
hari, saat demi saat. Menjadi manusia pendoa membutuhkan latihan, ketekunan,
pembiasaan dan disiplin. Dalam suatu kesempatan, Ibu Theresa pernah berpesan,”Berdoalah, justru pada saat dirimu merasa
sulit untuk berdoa”. Ini merupakan pesan mendasar bagi kita untuk berlatih
tegar dan tekun.
Karena berdoa bukanlah sebuah upaya untuk berlindung di sebuah dunia yang ideal, atau
untuk melarikan diri ke dalam sebuah ketenangan yang semu, maka berdoa pada
dasarnya dapat dilakukan kapanpun dan di manapun, serta dalam kondisi seperti apapun. Di
antara kesibukan kerja, sekolah, di pasar, di tengah keramaian, dalam
kerumunan, saat berdiri di depan teras rumah sambil memandang tanaman, di
kebun, saat mengerjakan sawah, saat melakukan jogging, dalam perjalanan dan sebagainya.
Yang paling utama dari sebuah doa adalah kehendak hati untuk hening lalu
menyampaikan sesuatu kepada Tuhan serta, jangan lupa, membiarkan Roh Kudus
berbicara dan berdoa dalam diri kita.
Meskipun demikian, dalam hidup kita, ada
saat-saat yang dapat disebut sebagai waktu terbaik untuk membiarkan diri masuk
ke dalam doa. Waktu-waktu terbaik itu telah dipilih sebagai kebiasaan oleh
banyak agama. Saudara-saudari muslim memiliki lima waktu terbaik yang telah
menjadi tradisi dan dikenal dengan shalat lima waktu. Tradisi kuno agama
kristen dan sampai saat ini masih dijalankan di beberapa biara, memiliki
kebiasaan doa brevir tujuh waktu
dalam sehari dengan pilihan waktu yang hampir sama dengan tradisi
saudara-saudari Muslim. Namun demikian, paling tidak ada tiga waktu terbaik
yang sebaiknya dimanfaatkan sebagai waktu hening, supaya batin kita terlatih
menjadi manusia pendoa. Tiga waktu hening itu adalah pagi hari sebelum matahari
terbit (saat subuh dalam tradisi muslim),
tengah hari (saat doa angelus dalam
tradisi kristen atau saat dhuhur dalam tradisi muslim), serta sore hari
setelah matahari terbenam (saat maghrib
dalam tradisi muslim). Waktu-waktu itu akan membantu kita untuk melatih
diri dan membiasakan diri menjadi manusia pendoa sehingga, tanpa harus
diingat-ingat, diri kita akan memiliki kesadaran praktis (kesadaran yang spontan) untuk melakukan hening dan berdoa pada
waktu-waktu itu, seumpama sebuah kebutuhan mendasar yang akhirnya menjadi gaya
hidup. Melaluinya, kita akan terbiasa untuk senantiasa berjuang di dalam doa
dan membiarkan Roh Kudus berdoa di dalam diri kita dan bersama kita, sehingga
kita dapat mencapai kemenangan di dalam Tuhan.
Doa yang mengalir dari batin kita setiap saat,
akan menjadi kekuatan untuk memilih cara-cara yang damai dalam mengupayakan
kehidupan bersama. Manusia pendoa adalah manusia yang selalu berhasil meraih
kedamaian di dalam batinnya dan kedamaian itu mengalir dalam seluruh pikiran,
ucapan dan tindakan sehari-hari menyangkut banyak hal dalam kehidupan, tanpa
kontradiksi. Seumpama sebuah bejana, manusia akan mencipratkan apapun yang di
dalamnya. Jika bejana itu berisi air jernih, maka air jernih itulah yang akan
terciprat dari dalamnya. Jika bejana itu berisi air keruh, maka air keruh itu
pula yang terciprat dari dalamnya. Maka jika batin manusia itu berisi
kedamaian, maka kedamaian itu pulalah yang terciprat dari dalamnya. Kedamaian
itu akan mengalir ke dalam pikiran, ucapan maupun tindakan, baik dari sisi cara
maupun isinya.
Karena bukan merupakan pelarian diri ke dalam
ketenangan semu, maka doa sekaligus merupakan sebuah pergulatan batin manusia
dalam keprihatinan-keprihatinan sosial. Tidak mengherankan jika, ketika
melakukan doa angelus di siang hari, Bapa Fransikus mengajak seluruh umat
beriman yang hadir untuk berdoa bagi upaya melawan kemiskinan dunia. “Marilah kita menyatukan segala kekuatan
moral dan ekonomi untuk berjuang melawan kemiskinan, yang telah merendahkan dan
membunuh begitu banyak saudara dan saudari kita, melalui pelaksanaan kebijakan
yang serius tentang keluarga dan kaum pekerja”. Karena menurut Bapa Suci,
setiap orang memiliki hak atas standard hidup
yang layak bagi kesehatan dan kebaikan dirinya maupun keluarganya. “Marilah kita mempercayakan seluruh intensi
doa kepada Perawan Maria, terutama doa-doa tulus dan terus-menerus demi
perdamaian”, kata Bapa Fransiskus menutup doanya.
(Indro
Suprobo)
No comments:
Post a Comment