Sunday, September 29, 2024

Kejahatan Israel dan Modernitas

 


Zygmunt Bauman, seorang sosiolog dan filsuf Inggris keturunan Yahudi menyatakan bahwa kebiadaban adalah anak kandung modernitas. Kebiadaban justru dilahirkan dan mendapatkan legitimasi rasional dari modernitas, terutama karena sifat instrumentalnya, yg terwujud dlm proses "gardening", yakni menata masyarakat seturut kehendak penatanya dan "memangkas" sebagian masyarakat yg dianggap tdk sesuai dg kehendak penatanya. Mereka yg memangkas ini dan semua yg terlibat dlm jaringan pemangkasan, termasuk para pendukungnya (dlm praktik kebiadaban) tdk merasa melakukan kebiadaban krn menganggap bhw ia hanyalah melakukan kewajiban dan tugas. Sifat instrumentalis ini oleh Hannah Arendt, filsuf Yahudi juga, disebut sbg "hilangnya imajinasi tentang liyan".

Praktik kebiadaban Israel ini, yg dikutuk dan ditentang oleh banyak orang Yahudi sendiri, merupakan pengulangan atas apa yg terjadi dlm genosida, gardening dan hilangnya imajinasi tentang liyan. Secara rasional, kebiadaban ini diinternalisasi sejak dlm pikiran melalui edukasi di sekolah-sekolah di Israel. Nurit Peled-Elhanan, profesor bahasa keturunan Yahudi juga menulis buku sangat kritis berjudul "Palestine in Israeli Books: Ideologi and Propaganda in Education". Ia menyatakan bhw kebencian thd Palestina telah diinternalisasi melalui buku-buku kurikulum pendidikan. Meskipun ada lebih banyak orang Yahudi yg anti thd kebijakan Israel atas Palestina, tetap ada sebagian masy Israel dan elite yg tetap membenci Palestina dan ingin menghapusnya, memangkasnya (gardening) sesuai keinginan mereka, dan mengonstruksi wacana diskriminatif ttg Palestina, sbg teroris. Wacana diakriminatif ini digunakan utk melegitimasi kejahatan yg mereka lakukan.

"Breaking the Silence", adalah upaya orang-orang Yahudi utk mengcounter wacana dan kebijakan Israel ttg Palestina. Mantan-mantan tentara IDF yg sadar, memberikan banyak kesaksian bhw apa yg dilakukan Israel di Palestina adalah kejahatan. Upaya ini merupakan pendidikan kritis dan advokasi kebijakan demi keadilan dan kebebasan Palestina yg dilakukan oleh orang-orang Yahudi sendiri, selain advokasi hak asasi manusia yg dijalankan oleh organisasi "Rabbi for Human Rights", yakni para Rabbi Yahudi yg membela hak-hak orang Palestina, dg risiko ikut disiksa atau menghadapi kekerasan tentara.

Semoga upaya dunia utk menghentikan kebiadaban ini segera mencapai hasil signifikan. Yg sdh banyak dilakukan adalah upaya menghentikan kekerasan sejak dlm pikiran, agar semakin sedikit pendukung kebijakan Israel dan semakin banyak pendukung kemerdekaan dan kebebasan Palestina.

Wacana diskriminatif tentang Palestina, bhw Palestina adalah teroris, merupakan kebohongan yg masih harus terus dilawan sejak dlm pikiran, sebab seluruh perilaku Israel adalah kejahatan yang sebenar-benarnya justru merupakan sustainable terorrism.

 

Tuesday, September 17, 2024

Menjaga Hikmat

 

Ilustrasi: Kompas/Jitet


Penguasaan ilmu pengetahuan, pendidikan tinggi, gelar akademik tak menjamin terbangunnya literasi dan integritas. Dibutuhkan sebuah laku setiap saat yakni discretio (Latin) atau discernment (English) atau dalam bahasa Indonesia saya lebih memilih istilah "menjaga hikmat".

Agar laku yg fundamental itu dapat dijalankan setiap saat seperti halnya bernafas, individu harus menciptakan silentium (Latin) atau silence (English) atau keheningan di dalam batinnya. Dengan demikian, sikap kritis yg secara inheren telah terkandung di dalam laku itu, akan senantiasa bekerja efektif, produktif dan terus terasah oleh sensitivitas thd pentingnya nilai yang menjadi acuan dlm setiap keputusan dan pilihan tindakan.

Keheningan batin yg diciptakan, akan membantu setiap orang mendengarkan keriuhan kepentingan yg menyamar dan bersembunyi dalam motivasi kebaikan. Kalau meminjam istilah dari Franz Fanon, keheningan akan membantu mengidentifikasi "white mask yang menempel pada black skin", sehingga hikmat akan terus terjaga.

 

Saturday, September 14, 2024

Refleksi Maulid Nabi

 


Dua pengalaman fundamental yang dialami oleh Rasulullah Muhammad SAW adalah pengalaman sebagai anak yatim piatu, yakni kehilangan kedua orangtuanya pada masa kanak-kanak, dan pengalaman mendapatkan topangan kasih sayang dari keluarga terdekatnya.

Dua pengalaman fundamental ini memengaruhi pembentukan jiwanya dan terwujud sampai akhir hidupnya, yakni menghadirkan kasih sayang dalam berbagai rupa keadilan, dan memperhatikan anak yatim.

Kasih sayang ibundanya di dalam kerentanan hidup tanpa ayah dan kasih sayang keluarga dekatnya ketika ia akhirnya juga kehilangan ibundanya, merupakan implisit habitus yang membentuk seluruh kognisi dasarnya tentang kehidupan, menjadi pribadi yang menghadirkan kasih sayang.

Barangkali pula, kasih sayang ibundanya, sebagai implisit habitus atau teladan yang sangat nyata dan tertanam mendalam di dalam memori dan pengalaman batinnya, merupakan fondasi penting dari pembentukan cara berpikir, sikap dan tindakannya yang penuh hormat dan perlindungan kepada perempuan.

Dalam konteksnya saat itu, cara berpikir, sikap dan tindakan penuh hormat thd martabat perempuan, termasuk mengijinkan perempuan untuk terlibat dalam tradisi kultural suku-suku yang disebut ghazw (serangan untuk merebut harta tanpa membunuh - khas tradisi suku-suku badui di wilayah yang sangat terbatas ketersediaan sumber penghidupan), merupakan cara berpikir, sikap dan tindakan yang sangat progresif dan boleh dikatakan subversif (mengancam kemapanan atau status quo).

Menelusuri proses pembentukan subyek Rasulullah Muhammad SAW yang menghadirkan kasih sayang, keadilan dan perhatian thd yatim piatu ini, merupakan langkah penting utk menyelami dinamika batin seorang pribadi yang sangat berpengaruh pada masa kemudian dan mewariskan begitu banyak nilai dan keteladanan.

Peringatan maulid Nabi yang akan jatuh pada tgl 16 Sept 2024 nanti, merupakan kesempatan dan undangan yang sangat berharga bagi setiap orang, apapun latar belakang agamanya, untuk berani menyelami proses pembentukan subyek itu dengan menelusur konteks-konteks yg melingkupinya. Dibutuhkan keterbukaan, keramahtamahan (hospitalitas) di dalam batin, sikap lepas bebas (detachment) termasuk bebas dari prasangka, empati, simpati, dan compassion, agar penelusuran itu sungguh-sungguh memasuki kejernihan, kebeningan dan keheningan yang produktif, yang pada gilirannya mengalirkan sikap hormat dan syukur atas nilai dan keteladanan yg telah dihadirkan oleh pribadi yang unik dan istimewa bagi banyak orang ini. Dan bersiap-siaplah, kasih sayang dan keadilan yang ia hadirkan dalam banyak cara sepanjang hidupnya itu, akan menggetarkan batin kita, merambat perlahan namun kuat di antara keheningan, silentium, solitudo.

Selamat memasuki peringatan Maulid Nabi.