Tulisan
kecil ini dimaksudkan sebagai upaya berbagi perspektif atas
pengalaman menjadi Sub Pamong Medan Utama Seminari Menengah
Mertoyudan. Judul tulisan dirumuskan demikian karena menurut hemat
penulis, seluruh proses menjalani masa Orientasi Pastoral sebagai Sub
Pamong itu merupakan proses kehadiran sebagai “sahabat” bagi para
seminaris dan merupakan proses “saling menemani” dalam menapaki
hidup panggilan.
Perjalanan persahabatan dengan para seminaris yang memiliki keunikan kepribadian, merupakan perjalanan yang sangat memperkaya. Persahabatan itu memperkaya ketika masing-masing membuka diri dan saling menerima yang lain sebagai anugerah dalam hidup.
Ruang
yang Ramah
Landasan
utama dari Kepemimpinan yang Menemani (Accompanying Leadership)
tiada lain kecuali ruang batin yang ramah, yang oleh Henry JM. Nouwen
dinyatakan sebagai keheningan yang produktif. Ruang batin yang ramah
adalah situasi batin yang memungkinkan orang lain dan Tuhan hadir
secara penuh tanpa terhalangi oleh beragam kepentingan diri. Ruang
yang ramah hanya dapat diciptakan oleh pribadi yang berani mengatasi
rasa takut dan segala kecemasan dalam dirinya sehingga iapun sanggup
memberikan ruang yang aman bagi orang lain, bahkan orang asing yang
menjadi tamu.
Keramahtamahan
Abraham yang menyambut kehadiran tamu (Kej 18:1-15) dan
keramahtamahan para murid dalam perjalanan Emaus (Luk 24: 13-35)
merupakan inspirasi penting dari kebajikan memberikan ruang yang
ramah bagi orang lain. Ruang yang ramah menjadikan orang lain yang
hadir itu sungguh-sungguh “menyatakan diri dan menyatakan
otentisitas dirinya”. Di sisi lain, ruang yang ramah itu membuat si
penyambut tamu itu sendiri mengalami “pernyataan berkat” (Kej 18:
10, 13-14) dan “pengenalan akan kehadiran Tuhan” (Luk 24: 31-32)
sehingga mampu menyelami kenyataan “hati yang berkobar”.
“Pernyataan berkat” dalam kisah Kejadian 18 itu dapat dipahami
sebagai pernyataan kehadiran otentik Allah yang memberikan berkat.
Otentisitas Allah yang memberikan berkat itu sungguh-sungguh
terungkap karena keramahtamahan yang disediakan oleh Abraham.
Demikian juga pengalaman “pengenalan akan kehadiran Tuhan” dalam
kisah Emaus merupakan hasil dari otentisitas kehadiran Tuhan dalam
diri para murid sehingga mereka sanggup “mengenali-Nya”.
Otentisitas kehadiran Tuhan dalam pengalaman Emaus itu dilambangkan
dengan semua “indikator” yang telah dikenali oleh para murid dan
indikator itu menunjuk kepada pribadi Yesus. Indikator kepribadian
Yesus yang paling kuat dalam kisah Emaus ditunjukkan oleh peristiwa
memecah roti.
Dalam
konteks relasi antarpribadi, pengalaman “pernyataan berkat” dan
“pengenalan akan kehadiran Tuhan” itu dapat dipahami sebagai
relasi resiproksitas. Dalam ruang yang ramah itu pribadi-pribadi yang
hadir “saling menyatakan berkat” dan “saling mengenali
kehadiran Tuhan” dalam otentisitas masing-masing. Dengan demikian,
hadir secara otentik dalam relasi antarpribadi merupakan sebuah
kehadiran yang saling menyatakan berkat dan saling memfasilitasi
proses pengenalan akan kehadiran Tuhan.
Kehadiran
Apresiatif
Kesanggupan
untuk membangun ruang yang ramah bagi orang lain (dan bagi Tuhan
sendiri) melalui beragam cara mengelola keheningan batin, pada
gilirannya akan melahirkan kesanggupan untuk hadir secara apresiatif
bagi orang lain. Hadir secara apresiatif bagi orang lain adalah sikap
batin yang menempatkan orang lain sebagai sahabat dan pribadi apa
adanya, untuk mendorong otentisitas pribadinya berekspresi secara
bebas, sehingga seluruh daya dan kekuatan pribadinya yang tersembunyi
dan tersamar semakin tampak, menyatakan diri, dan mewujud di dalam
kehidupan sehari-hari.
Kehadiran
apresiatif bagi orang lain adalah kehadiran yang tetap mengakui bahwa
orang lain itu memiliki kelemahan-kelemahan dan kekurangan, namun
kelemahan dan kekurangan itu tidak dijadikan sebagai fokus dalam
relasi. Fokus utama dalam relasi kehadiran apresiatif adalah penemuan
dan pengakuan terhadap daya-daya dan kekuatan pribadi yang telah
terbukti nyata dimiliki dan terekspresi, sambil terus mendorong
daya-daya dan kekuatan lain yang tersembunyi dan tersamar, semakin
menyatakan diri.
Kehadiran
apresiatif juga berfokus kepada upaya mendukung orientasi-orientasi
positif orang lain tentang masa depan, serta menemaninya agar
orientasi-orientasi positif itu menemukan cara perwujudannya melalui
tahap-tahap yang mungkin untuk dijalankan.
Prinsip-prinsip
Utama
Kepemimpinan
yang menemani adalah kebajikan kepemimpinan yang menyambut orang lain
sebagai sahabat dan teman, yang memberikan ruang ramah bagi
kehadirannya, dan yang berorientasi kepada penemuan daya-daya dan
kekuatan pribadi, serta berupaya mendukung perwujudan
orientasi-orientasi positif orang lain. Kepemimpinan yang menenami
memiliki 6 (enam) prinsip sebagai berikut:
1.
Kebebasan untuk dikenali
Kepemimpinan
yang menemani adalah kepemimpinan yang menciptakan suasana kebebasan
untuk dikenali. Suasana yang diwarnai kebebasan untuk dikenali
memungkinkan setiap pribadi yang terlibat di dalam relasi ini merasa
nyaman dan dipanggil untuk menghadirkan keunikan dirinya. Dalam
suasana ini setiap pribadi merasa nyaman untuk hadir secara apa
adanya, tanpa merasa takut untuk dinilai. Dalam kebebasan ini, setiap
pribadi merasa aman dan bergembira untuk dikenali sebagai dirinya
yang khas, tanpa merasa takut bahwa orang lain akan mengenali
kelemahan dan kekurangannya. Dalam konteks penemanan terhadap para
seminaris yang dianggap “bermasalah”, yang pertama-tama dibangun
adalah suasana yang membuat seminaris itu tidak merasa dirinya
ditempatkan sebagai orang yang bermasalah, melainkan sebagai orang
yang diberi ruang untuk dikenali siapa dirinya secara apa adanya.
Kebebasan
untuk dikenali ini memungkinkan setiap pribadi untuk menyatakan
dirinya secara otentik, ringan, tanpa beban, tanpa cemas dan takut.
Tentu saja pantas diakui bahwa barangkali tidak seratus prosen
ketakutan atau kekhawatiran itu absen dalam relasi ini. Dapat terjadi
masih ada sekian prosen rasa takut atau khawatir, namun secara umum
suasana yang terbangun adalah suasan yang jauh lebih positif dan
aman, yang mendorong otentisitas pribadi itu lebih mengemuka.
Penyediaan ruang kebebasan untuk dikenali ini semakin lama akan
semakin mampu meminggirkan halangan-halangan untuk hadir secara
otentik.
2.
Kebebasan untuk didengarkan
Ruang
yang memberikan rasa nyaman untuk dikenali pada gilirannya melahirkan
ruang yang nyaman untuk didengarkan. Setiap pribadi merasa bebas
untuk didengarkan sebagai pribadi yang unik. Ia akan merasa bebas dan
nyaman untuk menghadirkan cara pandang, cara berpikir, pertimbangan,
sikap dan pilihan terhadap beragam hal. Ia akan merasa nyaman untuk
menghadapi kenyataan bahwa ia barangkali memiliki “sesuatu yang
berbeda” dari orang-orang lain dan sanggup menerima bahwa perbedaan
itu merupakan sesuatu yang sah dan aman untuk dinyatakan. Demikian
juga setiap pribadi akan merasa nyaman untuk menghadapi kenyataan
bahwa orang lain memiliki perbedaan yang sah untuk dinyatakan juga.
Terciptanya
ruang yang bebas untuk didengarkan ini sekali lagi mendorong hadirnya
otentisitas setiap pribadi. Suasana kebebasan ini akan melahirkan
kekayaan cara pandang, keragaman pilihan sikap, dan alternatif
pertimbangan. Namun hal paling mendasar yang tumbuh dari suasana
kebebasan untuk didengarkan adalah keyakinan dan rasa bermartabat
sebagai pribadi yang mendapatkan kehormatan dalam relasi. Tumbuhnya
keyakinan akan martabat diri sebagai pribadi yang unik inilah yang
memungkinkan segala hal yang positip di dalam dirinya terstimulasi
untuk bertumbuh, berkembang dan semakin menyatakan diri. Daya-daya
positip yang tersamar dan tersembunyi semakin memiliki ruang untuk
terekspresikan dan mengalir secara spontan. Semakin besar pertumbuhan
daya-daya positip dalam diri pribadi, pada gilirannya akan semakin
memperkecil kecenderungan negatif yang ada di dalam diri, dan bahkan
menggantikan kecenderungan negatif itu dengan daya-daya yang jauh
lebih positip. Dengan demikian, kreativitas, optimisme, inovasi,
perubahan, kritik atas diri sendiri, dan kesanggupan untuk memilih
hal-hal yang jauh lebih positif menjadi lebih dominan. Dengan kata
lain, perubahan-perubahan positif dan transformatif juga memiliki
kemungkinan untuk berkembang.
Kisah
Emaus memberikan penggambaran yang jelas tentang perubahan positif
dan transformatif yang terjadi sebagai akibat dari kebebasan untuk
didengarkan. Para murid yang diberi ruang untuk didengarkan dalam
seluruh perjalanan, diberi ruang untuk menyatakan segala sesuatu yang
mereka ketahui, mereka pikirkan dan mereka rasakan, pada akhirnya
mengalami pertumbuhan daya positif di dalam dirinya, yakni daya
pengenalan akan kehadiran Tuhan, sehingga mengalami perubahan positif
dan transformatif. Daya dan kecenderungan negatif seperti rasa
kecewa, putus asa, kehilangan keyakinan dan sebagainya, digantikan
oleh pencerahan (satori), pengenalan, hati yang
berkobar-kobar, keyakinan dan pilihan untuk segera mewartakan apa
yang terjadi.
3.
Kebebasan untuk membangun orientasi
Martabat
diri dan otentisitas pribadi yang telah mulai dilahirkan melalui
kebebasan untuk dikenali dan didengarkan, yang menumbuhkan daya-daya
positif, kreatif dan penyembuhan dari dalam, selanjutnya diberi ruang
yang ramah untuk mendorong dan membangun orientasi kepada masa depan
yang lebih baik, transformatif dan menjadi harapan diri. Keyakinan
akan martabat, keunikan dan kekuatan-kekuatan potensial yang ada di
dalam diri, dalam suasana yang nyaman dan aman difasilitasi agar
digunakan untuk membangun perubahan dan capaian di masa depan, baik
capaian dalam jangka jauh maupun dalam jangka yang lebih pendek.
Orientasi masa depan itu dapat pula dipraktikkan melalui
tahapan-tahapan capaian dalam jangka yang paling terukur baik harian,
mingguan, bulanan, maupun tahunan.
Kepemimpinan
yang menemani merupakan kebajikan kepemimpinan yang memberi ruang
kepada orang lain sebagai sahabat sehingga ia merasa bebas untuk
membangun orientasi dirinya sendiri pada masa depan. Upaya menemani
ini secara konkret dihadirkan dalam wujud senantiasa membangun
ingatan akan apa yang hendak dicapai, memberi semangat untuk
mencapainya, memberikan harapan akan kebahagiaan dan suka cita yang
akan dialami ketika orientasi dalam jangka tertentu itu dapat
dicapai, meneguhkan harapan bahwa akan ada kebahagiaan dan kebanggan
dari dalam ketika sebuah perubahan yang digambarkan itu dapat diraih
dan terjadi dalam jangka tertentu. Kepemimpinan yang menemani juga
memberikan ruang yang ramah bagi sahabat untuk secara tekun dan
disiplin melatih diri untuk terus-menerus setia dan berupaya
melangkah menuju orientasi tentang masa depan.
Memberikan
ruang kebebasan untuk membangun orientasi berarti menyediakan ruang
yang ramah bagi setiap pribadi untuk menimbang, merumuskan,
menggambarkan, dan mengambil pilihan-pilihan tentang masa depan yang
positif yang sesuai dengan harapan dan seluruh kecenderungan daya
kreatif dalam dirinya. Yang utama dalam prinsip ini adalah
menumbuhkan keyakinan dan kemantaban bahwa orientasi dan
pilihan-pilihan perubahan positif di masa depan itu merupakan sesuatu
yang mungkin dan dapat dicapai dan diwujudkan.
Dalam
beberapa kasus, para seminaris yang dikategorikan “membutuhkan
penemanan khusus”, seringkali membutuhkan penemanan lebih intens
dalam hal ini. Mereka yang menunjukkan perilaku “nakal” dalam
beragam bentuknya, seringkali menyadari diri bahwa mereka merasa
tidak bebas untuk menentukan orientasi hidupnya di masa depan. Dapat
pula terjadi bahwa mereka merasa orientasi yang ingin dibangunnya
dianggap sebagai orientasi yang tidak pada tempatnya, keliru, tidak
pantas, tidak layak dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, ada pula
yang sebenarnya mengalami disorientasi atau tak mampu merumuskan
gambaran orientasi dirinya tentang masa depan yang hendak dibangun.
Ketika
mereka merasakan kebebasan untuk membangun orientasi, atau ketika
merasakan bahwa orientasi positif masa depan yang hendak dibangunnya
itu merupakan orientasi yang sah, pantas, layak dan bermartabat, pada
umumnya mereka akan mengalami perubahan-perubahan perilaku dalam
hidup sehari-hari. Rasa berharga dan bermartabat untuk dapat
membangun orientasi positif masa depan, melahirkan daya-daya positif
untuk menghadirkan perilaku-perilaku yang lebih positif pula dalam
kehidupan harian.
4.
Kebebasan memilih cara berkontribusi
Setiap
pribadi itu unik dan memiliki daya-daya positif yang berbeda. Oleh
karenanya setiap pribadi memiliki kesanggupan yang berbeda-beda untuk
dapat berkontribusi dalam kehidupan bersama dengan orang lain.
Kebebasan untuk memilih cara berkontribusi ini memberi ruang yang
ramah bagi setiap pribadi untuk memberikan kontribusi dalam hidup
bersama secara lebih berkualitas. Kebebasan, kegembiraan, rasa
berharga, perasaan berguna dan bermanfaat, perasaan bermakna karena
dapat memberikan kontribusi kepada hidup bersama, pada gilirannya
justru melahirkan dorongan yang lebih kuat untuk meningkatkan
kualitas kebermanfaatan diri atau kontribusi diri bagi hidup bersama.
Apresiasi
terhadap cara berkontribusi yang dipilih akan semakin memberikan daya
dorong yang melahirkan kreativitas dan kualitas kontribusi. Energi
positif yang ditimbulkannya akan terus mengalir bagai spiral yang
terus-menerus melahirkan daya dorong baru untuk semakin meningkatkan
kualitas kontribusi. Dalam suasana kebebasan semacam ini,
pribadi-pribadi akan bertumbuh secara sehat dan produktif.
Pantas
dipahami bahwa kebebasan untuk memilih cara berkontribusi ini
dilatarbelakangi oleh cara berpikir yang berorientasi kepada hasil.
Yang menjadi utama adalah hasil atau perubahan positif yang hendak
dicapai oleh sebuah komunitas hidup bersama. Perubahan positif atau
hasil yang hendak dicapai itu menjadi orientasi utama dan komitmen
utama masing-masing anggota komunitas. Karena orientasi utamanya
adalah pencapaian perubahan positif atau hasil yang diharapkan, maka
soal bagaimana cara memberikan kontribusi agar perubahan positif atau
hasil yang diharapkan itu dapat dicapai merupakan hal yang tidak
diseragamkan, melainkan disesuaikan dengan kesanggupan masing-masing
pribadi untuk dapat berkontribusi secara berkualitas demi pencapaian
hasil tersebut.
Kebebasan
untuk berkontribusi memang akan sangat mempengaruhi kualitas
kontribusi, yang pada umumnya justru melahirkan kualitas maksimal
dalam kontribusi sehingga melahirkan kemungkinan yang jauh lebih
besar untuk dapat mencapai hasil atau perubahan positif yang
dicita-citakan dalam hidup bersama. Ini semua karena setiap pribadi
merasa bergembira, bahagia, bermanfaat, bermakna, dan bermartabat
untuk dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kesanggupan dan
caranya masing-masing. Sekali lagi, kebebasan untuk memilih cara
berkontribusi memiliki kecenderungan yang besar untuk menghasilkan
kualitas kontribusi yang jauh lebih baik. Pada gilirannya, setiap
pribadi yang merasa bahagia dan bermakna karena dapat berkontribusi
bagi hidup bersama, akan mengalami pertumbuhan pribadi dan kapasitas
yang semakin besar serta semakin menciptakan produktivitas dan
kreativitas.
Hal
lain yang lahir dari kebebasan untuk memilih cara berkontribusi
adalah munculnya semangat untuk belajar. Kebebasan untuk memilih cara
berkontribusi mendorong setiap pribadi untuk belajar tentang
bagaimana ia dapat memberikan kontribusi secara lebih berkualitas dan
lebih baik demi perubahan positif yang dapat dicapai oleh hidup
bersama. Semangat untuk belajar ini juga akan berimplikasi kepada
semakin besarnya kapasitas untuk memberikan kontribusi. Dengan
demikian pertumbuhan kapasitas pribadi akan semakin segar dan
positif.
5.
Kebebasan untuk bertindak dalam dukungan
Karena
merasakan kebebasan untuk dikenal, didengarkan, untuk membangun
orientasi, dan untuk memilih cara berkontribusi, setiap pribadi akan
merasakan kebebasan untuk bertindak di dalam dukungan lingkungannya.
Setiap pribadi merasakan bahwa pilihan-pilihan tindakannya
mendapatkan ruang yang ramah dan mendapatkan dukungan. Ini berarti
pribadi ini akan menemukan keyakinan diri untuk mengambil pilihan
tindakan yang positif baik bagi dirinya sendiri maupun bagi
komunitas.
Kebebasan
untuk bertindak di dalam dukungan akan melahirkan tindakan-tindakan
yang semakin produktif dan kreatif. Selain itu, ia akan merasakan
bahwa ia tidak sendirian melainkan bertindak dalam kerangka sebuah
tim atau komunitas dan demi perubahan-perubahan positif dalam hidup
bersama. Kebebasan untuk bertindak dalam dukungan ini juga akan
melahirkan tindakan-tindakan yang cenderung semakin berkualitas
karena diorientasikan kepada perubahan positif di masa depan yang
dibangunnya, dan dihayati sebagai sebuah cara berkontribusi yang
positif, serta menumbuhkan perasaan gembira dan bermakna karena
memiliki manfaat bagi kehidupan bersama.
Setiap
pribadi akan merasakan bahwa orang-orang lain peduli dan memiliki
perhatian terhadap tindakan-tindakan yang ia pilih dan memiliki
keinginan untuk saling bekerja sama. Masing-masing pribadi merasakan
nyaman dan aman serta mendapatkan dukungan untuk melakukan percobaan,
inovasi, tindakan kreatif, dan terus-menerus belajar meningkatkan
kualitas tindakan. Dengan demikian, dalam suasana kebebasan untuk
bertindak dalam dukungan, setiap pribadi merasakan adaya sistem
keseluruhan yang merangsang setiap pribadi untuk menghadapi tantangan
dan berani mengambil resiko, serta mendorong setiap pribadi untuk
bertindak dalam kerjasama demi mencapai perubahan paling positif bagi
hidup mereka bersama.
6.
Kebebasan untuk bersikap positif
Pada
akhirnya, seluruh ruang yang ramah dan menyediakan kebebasan itu,
akan melahirkan kebebasan untuk bersikap positif dan merasa
bergembira dalam setiap pilihan dan tindakan. Masing-masing pribadi
akan merasakan bergembira melakukan segala sesuatu baik secara
pribadi maupun secara bersama-sama. Kegembiraan yang tumbuh di dalam
diri akan mendorong lebih banyak hal positif lain yang tersembunyi
dan tersamar. Ia akan menjadi pribadi-pribadi yang bergembira,
bersuka-cita serta bersemangat untuk melakukan banyak hal: untuk
terus-menerus belajar, untuk terus-menerus memberikan kontribusi,
untuk terus-menerus memberikan manfaat bagi orang lain dan komunitas,
untuk terus-menerus mencari pembaharuan dan inovasi, untuk
terus-menerus meningkatkan kapasitas diri, untuk terus-menerus berani
menghadapi tantangan baru, serta terus-menerus semakin berani belajar
mengambil resiko demi sebesar-besar perubahan positif, yakni
perubahan positif yang menjadi orientasi pribadi maupun yang menjadi
orientasi hidup bersama dalam komunitas.
Pengalaman
para murid yang telah berkobar-kobar hatinya setelah mengenali
kehadiran Tuhan melalui seluruh proses dialog, persahabatan,
pertemenan dan terutama melalui peristiwa pemecahan roti,
melambangkan sikap positif dan kegembiraan yang tumbuh, yang
mengakibatkan mereka berani untuk segera bergegas mengabarkan semua
ini kepada yang lain, menghadapi tantangan baru dan mengambil resiko.
Menjadi
Murid Tuhan dalam Beragam Pilihan
Seluruh
proses kepemimpinan yang menemani ini pada akhirnya berujung kepada
orientasi jangka panjang bahwa apapun pilihan yang akan diambil pada
periode selanjutnya (menjadi imam maupun menjadi awam), masing-masing
pribadi adalah orang-orang yang dipanggil untuk senantiasa menjadi
murid-murid Tuhan (discipulorum Domini) yang begembira untuk
selalu menghadirkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup sebagaimana
telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus sendiri: mencintai sesama
seperti mencintai diri sendiri, menghadirkan keadilan terutama bagi
mereka yang ditindas dan tersingkir, menghadirkan kedamaian bagi
semua, membangun kesetaraan antarmanusia dalam seluruh perbedaan
dalam keyakinan akan kesatuan Bapa, dan senantiasa berani secara
rendah hati memasuki hening-sunyi Getsemani dalam diri untuk
membiarkan diri berada dalam tuntunan Allah. Pantas diakui bahwa
hari-hari ini, seluruh tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. ***
* Artikel
kecil ini merupakan refleksi atas pengalaman sebagai Sub Pamong Medan
Utama Seminari Menengah Mertoyudan periode 1996-1997
Sub Pamong adalah staf pendidik di Seminari yang bertanggung jawab untuk menemani proses edukasi para calon imam/pastor.
Medan Utama Seminari Menengah Mertoyudan adalah jenjang pendidikan tahap akhir di Seminari Mertoyudan (tahun ke-empat bagi mereka yang masuk sejak lulus SMP dan kelas persiapan atas bagi mereka yang masuk seminari setelah lulus SMA).
No comments:
Post a Comment