Friday, August 10, 2007

Ratzinger dan Gereja

(Tanggapan positip atas Catatan Pinggir Goenawan Muhammad "Mereka") Oleh Indro Suprobo Kemunduran itu memang telah terjadi sebagaimana diungkapkan oleh Domenico Maselli. Bahkan ketika Vatikan mengumumkan terpilihnya Ratzinger ini sebagai Paus, sudah ada tanda tanya besar dalam diri saya, “Mungkinkah Gereja Katolik Roma akan semakin lebar membuka jendela?” Kini, jawaban-jawaban atas tanda tanya itu sudah perlahan mengalir di hadapan mata. Pandangan Ratzinger ini tentu merepotkan banyak pelayan dan warga Gereja, terutama mereka yang telah dengan jerih lelah menganyam pola hidup baru relasi dan dialog agama-agama, yang membongkar prasangka-prasangka purba, dan menyusun titian hidup bersama yang dilandasi hormat penuh martabat dan saling percaya dalam cara beragama yang lebih dewasa. Sungguh sayang bukan kepalang, primus inter pares yang satu ini barangkali tak bisa bertahan hati dalam menghadapi generasi yang sudah emoh untuk mendaku segala sesuatu yang serba pasti : keselamatan hanya ada di sana atau hanya ada di sini. Generasi yang ini bahkan mungkin dapat bersaksi dengan tulus dan rendah hati bahwa seringkali, keselamatan itu sudah hadir dalam genggam jemari yang saling mencari, menunduk diri di hadapan keagungan ilahi. Sekarang ini pantaslah direnung dan dicerna bahwa Gereja Katolik tak hanya berwajah satu dan sama : wajah primus inter pares sang pemuka. Gereja Katolik bukan pula hanya berwajah Roma, apalagi hanya Paus-nya. Pantaslah diresapi dan dipercaya bahwa Gereja Katolik memiliki wajah beragam warna sesuai dengan konteks hidup sosial, politik, ekonomi dan budayanya. Di sanalah, para pecinta dan pengikut Yesus manusia, berduka-cemas, berharap-gembira dalam keseharian-lumrah bersama sesama yang beragam dan beda. Seringkali, mereka ini tanpa nama namun selalu setia mengerjakan apa yang telah dimulai oleh gurunya, Yesus manusia. Mereka ini juga yang lebih merasa bercerah budi apabila terus menerus dapat belajar dan berinspirasi dari banyak nabi. Sekarang ini, Ratzinger bolehlah mengemukakan sabda, tetapi setulus dan sedalam hati, Gereja Katolik di mana-mana bolehlah pula untuk berbeda dalam pilihan-pilihan dewasa. Pembelaan harkat dan martabat manusia itulah yang utama, dan relasi dengan banyak kepercayaan maupun agama, selalu musti mengalir dari haribaannya. Karena memang demikianlah pada awal mulanya, Yesus yang manusia itu gelisah dan tergerak terutama oleh derita dan jerit lara para petani, buruh kota, dan manusia yang serba dihina-miskin-sengsara. Karena menurut Yesus yang manusia itu, kita dan mereka semua adalah anak-anak yang dikasihi Abba, sang Bapa.