Tuesday, August 23, 2022

Subyek yang Merekah dan Melampaui

 


oleh Indro Suprobo

Ons Untoro adalah pejalan kaki. Meskipun tidak setiap hari, ia selalu menyempatkan diri untuk berjalan kaki di sore hari, menyusuri ruang-ruang di lingkungan sekitar, lanskap pedesaan atau sudut-sudut perkotaan sambil memaknai waktu sebagai perjalanan diri. Tampaknya, bagi Ons Untoro, berjalan kaki di sore hari bukanlah sekedar praktik jasmani melangkahkan kaki demi kesehatan diri, melainkan juga sebuah praktik simbolik dan rohani, yakni sebuah gerak subyek untuk senantiasa melintas dan melampaui, menyusun pemaknaan hidup tiada henti. Tak mengherankan jika kebiasaan sederhana ini memberinya kesanggupan yang mengasyikkan ketika ia terpaksa harus berhadapan dengan realitas dan pengalaman isolasi mandiri. 

Di masa pandemi, isolasi maupun isolasi mandiri merupakan salah satu metode yang diputuskan oleh otoritas kesehatan dan dipatuhi oleh seluruh warga demi memutus rantai infeksi, menjagai kesehatan dan keamanan komunitas warga, agar virus tidak semakin menyebar dan rumah sakit serta tenaga medis tidak kehabisan daya untuk melayani. 

Isolasi atau isolasi mandiri adalah proses pembatasan aktivitas bagi warga atau pribadi, terutama mereka yang sudah terinfeksi atau dimungkinkan terinfeksi. Isolasi adalah sebuah proses mengurangi kebebasan diri sehingga ia tak dapat terekspresi sebagaimana kebiasaan sehari-hari, terutama demi kesehatan dan keamanan orang lain yang belum terinfeksi. Istilah kerennya, isolasi atau isolasi mandiri adalah sebuah kastrasi atau pengebirian sebagian kenikmatan (jouissance) dalam rupa pengebirian sebagian kebebasan dalam berbagai macam hal demi terjaminnya hasrat kesehatan dan kebebasan orang-orang lainnya (the other). Isolasi yang merupakan kastrasi ini mengakibatkan seseorang merasa mengalami kekurangan (lack) sekaligus menciptakan hasrat (desire) untuk senantiasa mencapai pengalaman kepenuhan. Pada titik ini, isolasi telah mengakibatkan subyek meng-alami situasi terpecah. Pada satu sisi ia terkastrasi, mengalami kekurangan karena menganggap dirinya tak memiliki kebebasan akibat telah dikebiri melalui isolasi. Pada sisi lain ia memiliki hasrat yang mendalam untuk memiliki kebebasan yang terkebiri itu. Isolasi adalah sebuah pengalaman traumatik yang menjadikan subyek menghadapi kenyataan bahwa di satu sisi ia menemukan dirinya berada dalam situasi "tidak utuh" (lackness), namun di sisi lain ia mendambakan keutuhan  yang meng-hasilkan kenikmatan (jouissance).

Bagi sebagian orang, pengalaman isolasi mengakibat-kan depresi, yang terekspresikan ke dalam beragam perilaku seperti murung, mudah marah, protes terhadap situasi, menolak situasi yang membatasi, menyalahkan orang lain, tidak enak makan, sulit tidur (insomnia), mudah gelisah dan sering merasa lelah. Bagi sebagian orang lain, isolasi tak berdampak apapun. Mereka tetap dapat menikmati waktu dan ruang mereka apa adanya dan rileks meskipun harus membatasi sebagian aktivitas yang biasanya dapat mereka lakukan. 

Ons Untoro tidak berada dalam dua situasi itu. Ia berada dalam situasi ketiga. Tampaknya, baginya, isolasi tidak mengakibatkan munculnya anggapan bahwa ada sebagian kebebasan yang terkebiri atau terkastrasi sebagaimana dirumuskan oleh lingkungan  atau struktur sosial pada umumnya. Ia keluar dari kesadaran yang ditanamkan itu, dan memproduksi kesadaran mandiri bahwa sebagai subyek ia tidak sedang terkastrasi, me-lainkan sedang memilih cara memaknai ruang dan waktu secara berbeda dengan seluruh kebebasan yang tetap ada dalam dirinya dan mengarahkannya kepada satu aktivitas produktif yakni membaca dan menulis puisi. Pilihan tindakan Ons Untoro ini barangkali boleh disebut sebagai pilihan tindakan radikal karena ia keluar dari semua anggapan yang pada umumnya dirumuskan oleh lingkungan bagi dirinya dan mengambil pilihan produktif berupa aktivitas membaca dan menulis puisi. Tindakan radikal ini paling tidak tampak dalam dua puisi yang ditulisnya, yakni puisi berjudul "Katanya" dan puisi berjudul "Membaca Buku", saya kutipkan berikut ini:


Katanya

Katanya omicron terbuat dari batuk dan flu

Aku bilang, isoman ramuan imajinasi dan puisi

Di kamar di antara buku aku meramu penuh rindu........


Membaca Buku

...................

Membaca isoman mengisi waktu

Selepas 10 hari berlalu, sehat menemu

Siapa tahu terbit buku baru


Dalam dua kutipan puisi itu, tampak jelas bahwa Ons Untoro membangun makna baru tentang isoman, bukan sebagaimana dirumuskan oleh orang pada umumnya, bukan sebagai pengebirian kebebasan melainkan sebagai ramuan imajinasi dan puisi, yang ia ramu penuh rindu di kamarnya di antara buku-buku. Tujuan akhirnya tiada lain adalah menerbitkan buku baru. Ia melompat keluar dari kotak identifikasi simbolis yang dipaksakan oleh struktur sosial. Ia memilih identifikasinya sendiri dan menikmatinya sebagai keaslian dirinya dan merdeka.

Melalui pilihan tindakan ini, Ons Untoro menjadi subyek yang melampaui pengalaman isolasi. Melalui pilihan tindakan ini pula, ia memilih menjadi subyek yang merekah dan otentik. Tak mengherankan jika isolasi yang harus dijalaninya tak menghalanginya untuk tetap menjadi dirinya sendiri apa adanya dan produktif. 

Ons Untoro memang pejalan kaki sejati. Ia adalah subyek yang senantiasa merekah dan berusaha melam-paui. Buku kumpulan puisi ini adalah hasilnya sekaligus bukti.


No comments: