Thursday, August 24, 2017

Teruslah Berbuat Baik Kepada Siapapun – Paus Fransiskus

Pernyataan ini merupakan salah satu pernyataan yang disampaikan oleh Paus Fransiskus melalui tweetter. Tak ada keterangan lebih lanjut mengenai pernyataannya itu. Oleh karena itu, penulis berupaya menggali konteks yang melingkupinya dan membantu untuk memahami pernyataan itu secara lebih baik dan lebih mendalam.

Salah satu konteks yang tampaknya cocok dengan pernyataan Bapa Suci itu adalah sebuah perikop di dalam Kitab Suci, yakni Injil Lukas 6:27-36. Perikop ini diberi judul “Kasihilah Musuhmu”. Dalam perikop ini, Yesus menyampaikan pesan kepada para murid untuk bermurah hati, sama seperti Bapa adalah murah hati. Kemurahan hati itu diharapkan menjadi nilai fundamental dan karakter dasar bagi setiap orang yang mengikuti Yesus. Nilai fundamental dan karakter dasar ini ditegaskan oleh Yesus dalam pernyataan,”Jika kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah jasamu? Karena orang-orang berdosapun mengasihi juga orang-orang yang mengasihi mereka. Sebab jika kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosapun berbuat demikian.” (Luk 6:32-33).

Secara lebih positip dan apresiatif, Yesus mengajak para muridnya untuk menunjukkan kemurahan hati itu dalam tindakan nyata yang progresif dengan mengatakan,”Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi anak-anak Allah yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. Hendaklah kamu murah hati sama seperti Bapamu murah hati”. (Luk 6:35-36)

Kemurahan hati yang diajarkan oleh Yesus dalam wujudnya yang paling konkret dan progresif yaitu mengasihi musuh, kiranya merupakan langkah radikal untuk memutus rantai permusuhan dan pertentangan, memutus rantai konflik dan dendam, dan menjadi jembatan yang kokoh bagi upaya membangun perdamaian. Kemurahan hati akan mampu menjadi jalan untuk mengubah dunia, yakni perubahan dari dunia yang penuh konflik, peperangan, dan penderitaan menuju kepada dunia yang dipenuhi oleh kasih sayang, pemahaman, perdamaian dan kebahagiaan dalam syukur dan hormat antar manusia.

Di dalam konteks masyarakat Indonesia yang berbhinneka, majemuk dan sangat kaya dengan perbedaan, tidak jarang ditemukan gesekan, tidak sambungnya komunikasi, prasangka bahkan pertentangan yang menimbulkan trauma maupun stigma terhadap mereka yang berbeda. Salah satu cara memperbaiki relasi buruk itu adalah dengan terus-menerus membangun jembatan komunikasi dan dialog yang tiada putus. Nilai fundamental dan karakter dasar yang sangat dibutuhkan untuk memiliki kesanggupan membangun jembatan komunikasi dan dialog tanpa putus itu adalah kemurahan hati. Kemurahan hat, ketika telah menjadi pilihan tindakan yang konkret, akan jauh melampaui apa yang disebut sebagai toleransi. Kemurahan hati adalah sebuah langkah keluar, menjangkau orang lain yang barangkali sangat berbeda, bahkan yang secara nyata telah menunjukkan sikap dan perilaku memusuhi, yakni dengan mengampuni mereka, memahami segala faktor yang mempengaruhi mengapa mereka bertindak demikian, lalu dengan penuh kesabaran menghadirkan kebaikan-kebaikan tulus kepada mereka sambil terus-menerus membuka jembatan untuk saling memahami dan membongkar prasangka, dan lebih dari itu, sanggup, ikhlas dan berani untuk membela mereka ketika hak-hak dasar mereka sebagai manusia mengalami bahaya perampasan. Secara sosial-kultural, kemurahan hati itu terwujud dalam sikap pro-eksistensi.

Sejarah sosial agama-agama pada masa lalu telah mewariskan teladan yang luar biasa berkaitan dengan kemurahan hati ini. Kemurahan hati yang diajarkan dan diteladankan oleh Yesus dan menjadi inspirasi bagi Bapa Fransiskus, ternyata tidak ekslusif merupakan ajaran kristiani, melainkan merupakan ajaran dasar semua orang beriman yang merendahkan diri dan tunduk kepada Allah, Bapa semua orang. Kemurahan hati hanya dapat mengalir di dalam diri mereka yang sungguh-sungguh menundukkan diri di hadapan Allah dan mensyukuri seluruh anugerah Allah yang diberikan tanpa syarat dan tanpa batas, dan dengan ikhlas melakukan segala kebaikan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan sebagaimana Allah sendiri telah memberikan kebaikan kepada dirinya dan kepada semua orang.

Semoga kemurahan hati itu tumbuh di dalam hati setiap orang di jaman ini, dan menjadi daya untuk mengubah dunia menuju kepada kehidupan yang lebih diwarnai oleh perdamaian, persahabatan dan saling hormat.***

August 24, 2017

(Indro Suprobo)

No comments: