Tuesday, June 06, 2017

Kita musti berdoa agar meraih kemenangan melalui perdamaian, bukan melalui peperangan

Dalam sebuah perayaan ekaristi untuk mengukuhkan (kanonisasi) tujuh orang suci baru di Basilika Santo Petrus, Bapa Fransiskus menyatakan,”Kita berdoa bukan untuk berlindung di sebuah dunia yang ideal, juga bukan untuk melarikan diri ke dalam ketenangan yang semu dan penuh cinta diri. Sebaliknya, kita berdoa untuk berjuang, dan juga untuk membiarkan Roh Kudus berdoa di dalam diri kita. Karena Roh Kuduslah yang mengajari kita untuk berdoa. Ia menuntun kita dalam doa dan membuat kita sanggup berdoa sebagai anak-anak Bapa”.

Menurut Bapa Fransiskus, santo dan santa adalah orang-orang yang sungguh-sungguh berani menyelami misteri doa. Mereka adalah laki-laki maupun perempuan yang berjuang dengan doa dan membiarkan Roh Kudus berdoa serta berjuang di dalam diri mereka. Mereka berjuang sampai titik akhir, dengan segala daya mereka, sampai akhirnyua mereka mencapai kemenangan. Namun kemenangan itu bukan karena usaha mereka sendiri, melainkan karena kemenangan Tuhan yang ada di dalam diri mereka dan bersama dengan mereka. Oleh karena itu, tujuh orang suci yang pada hari itu dikukuhkan sebagai santo dan santa, juga telah melaksanakan perjuangan iman dan cinta melalui doa-doa mereka. “Itulah sebabnya mengapa mereka tetap kuat di dalam iman, disertai dengan ketabahan dan kemurahan hati”. Melalui teladan para santo dan santa itu, Bapa Fransiskus juga berharap semoga Tuhan juga memberi daya dan kekuatan kepada kita agar menjadi pribadi-pribadi pendoa. Bapa Fransiskus mengajak kita semua untuk setiap saat berseru kepada Tuhan, baik siang maupun malam. Bapa Suci berharap kita semua sanggup menyediakan ruang dalam batin kita dan membiarkan Roh Kudus sendiri berdoa di dalam diri kita, saling mendukung satu sama lain di dalam doa, agar kita semua tetap tegar sampai pada akhirnya, rahmat dan belas kasih Allah sendiri mencapai kemenangan.

Menjadi manusia pendoa bukanlah sebuah kewajiban, melainkan sebuah gaya hidup yang dipilih dan ditekuni hari-demi hari, saat demi saat. Menjadi manusia pendoa membutuhkan latihan, ketekunan, pembiasaan dan disiplin. Dalam suatu kesempatan, Ibu Theresa pernah berpesan,”Berdoalah, justru pada saat dirimu merasa sulit untuk berdoa”. Ini merupakan pesan mendasar bagi kita untuk berlatih tegar dan tekun.

Karena berdoa bukanlah sebuah upaya untuk berlindung di sebuah dunia yang ideal, atau untuk melarikan diri ke dalam sebuah ketenangan yang semu, maka berdoa pada dasarnya dapat dilakukan kapanpun dan di manapun, serta dalam kondisi seperti apapun. Di antara kesibukan kerja, sekolah, di pasar, di tengah keramaian, dalam kerumunan, saat berdiri di depan teras rumah sambil memandang tanaman, di kebun, saat mengerjakan sawah, saat melakukan jogging, dalam perjalanan dan sebagainya. Yang paling utama dari sebuah doa adalah kehendak hati untuk hening lalu menyampaikan sesuatu kepada Tuhan serta, jangan lupa, membiarkan Roh Kudus berbicara dan berdoa dalam diri kita.
Meskipun demikian, dalam hidup kita, ada saat-saat yang dapat disebut sebagai waktu terbaik untuk membiarkan diri masuk ke dalam doa. Waktu-waktu terbaik itu telah dipilih sebagai kebiasaan oleh banyak agama. Saudara-saudari muslim memiliki lima waktu terbaik yang telah menjadi tradisi dan dikenal dengan shalat lima waktu. Tradisi kuno agama kristen dan sampai saat ini masih dijalankan di beberapa biara, memiliki kebiasaan doa brevir tujuh waktu dalam sehari dengan pilihan waktu yang hampir sama dengan tradisi saudara-saudari Muslim. Namun demikian, paling tidak ada tiga waktu terbaik yang sebaiknya dimanfaatkan sebagai waktu hening, supaya batin kita terlatih menjadi manusia pendoa. Tiga waktu hening itu adalah pagi hari sebelum matahari terbit (saat subuh dalam tradisi muslim), tengah hari (saat doa angelus dalam tradisi kristen atau saat dhuhur dalam tradisi muslim), serta sore hari setelah matahari terbenam (saat maghrib dalam tradisi muslim). Waktu-waktu itu akan membantu kita untuk melatih diri dan membiasakan diri menjadi manusia pendoa sehingga, tanpa harus diingat-ingat, diri kita akan memiliki kesadaran praktis (kesadaran yang spontan) untuk melakukan hening dan berdoa pada waktu-waktu itu, seumpama sebuah kebutuhan mendasar yang akhirnya menjadi gaya hidup. Melaluinya, kita akan terbiasa untuk senantiasa berjuang di dalam doa dan membiarkan Roh Kudus berdoa di dalam diri kita dan bersama kita, sehingga kita dapat mencapai kemenangan di dalam Tuhan.

Doa yang mengalir dari batin kita setiap saat, akan menjadi kekuatan untuk memilih cara-cara yang damai dalam mengupayakan kehidupan bersama. Manusia pendoa adalah manusia yang selalu berhasil meraih kedamaian di dalam batinnya dan kedamaian itu mengalir dalam seluruh pikiran, ucapan dan tindakan sehari-hari menyangkut banyak hal dalam kehidupan, tanpa kontradiksi. Seumpama sebuah bejana, manusia akan mencipratkan apapun yang di dalamnya. Jika bejana itu berisi air jernih, maka air jernih itulah yang akan terciprat dari dalamnya. Jika bejana itu berisi air keruh, maka air keruh itu pula yang terciprat dari dalamnya. Maka jika batin manusia itu berisi kedamaian, maka kedamaian itu pulalah yang terciprat dari dalamnya. Kedamaian itu akan mengalir ke dalam pikiran, ucapan maupun tindakan, baik dari sisi cara maupun isinya.  

Karena bukan merupakan pelarian diri ke dalam ketenangan semu, maka doa sekaligus merupakan sebuah pergulatan batin manusia dalam keprihatinan-keprihatinan sosial. Tidak mengherankan jika, ketika melakukan doa angelus di siang hari, Bapa Fransikus mengajak seluruh umat beriman yang hadir untuk berdoa bagi upaya melawan kemiskinan dunia. “Marilah kita menyatukan segala kekuatan moral dan ekonomi untuk berjuang melawan kemiskinan, yang telah merendahkan dan membunuh begitu banyak saudara dan saudari kita, melalui pelaksanaan kebijakan yang serius tentang keluarga dan kaum pekerja”. Karena menurut Bapa Suci, setiap orang memiliki hak atas standard hidup  yang layak bagi kesehatan dan kebaikan dirinya maupun keluarganya. “Marilah kita mempercayakan seluruh intensi doa kepada Perawan Maria, terutama doa-doa tulus dan terus-menerus demi perdamaian”, kata Bapa Fransiskus menutup doanya.


(Indro Suprobo)

No comments: