Friday, July 01, 2016

Kepemimpinan yang Menemani (Accompanying Leadership)*

Oleh Indro Suprobo




Tulisan kecil ini dimaksudkan sebagai upaya berbagi perspektif atas pengalaman menjadi Sub Pamong Medan Utama Seminari Menengah Mertoyudan. Judul tulisan dirumuskan demikian karena menurut hemat penulis, seluruh proses menjalani masa Orientasi Pastoral sebagai Sub Pamong itu merupakan proses kehadiran sebagai “sahabat” bagi para seminaris dan merupakan proses “saling menemani” dalam menapaki hidup panggilan.

Perjalanan persahabatan dengan para seminaris yang memiliki keunikan kepribadian, merupakan perjalanan yang sangat memperkaya. Persahabatan itu memperkaya ketika masing-masing membuka diri dan saling menerima yang lain sebagai anugerah dalam hidup. 

Ruang yang Ramah

Landasan utama dari Kepemimpinan yang Menemani (Accompanying Leadership) tiada lain kecuali ruang batin yang ramah, yang oleh Henry JM. Nouwen dinyatakan sebagai keheningan yang produktif. Ruang batin yang ramah adalah situasi batin yang memungkinkan orang lain dan Tuhan hadir secara penuh tanpa terhalangi oleh beragam kepentingan diri. Ruang yang ramah hanya dapat diciptakan oleh pribadi yang berani mengatasi rasa takut dan segala kecemasan dalam dirinya sehingga iapun sanggup memberikan ruang yang aman bagi orang lain, bahkan orang asing yang menjadi tamu.

Keramahtamahan Abraham yang menyambut kehadiran tamu (Kej 18:1-15) dan keramahtamahan para murid dalam perjalanan Emaus (Luk 24: 13-35) merupakan inspirasi penting dari kebajikan memberikan ruang yang ramah bagi orang lain. Ruang yang ramah menjadikan orang lain yang hadir itu sungguh-sungguh “menyatakan diri dan menyatakan otentisitas dirinya”. Di sisi lain, ruang yang ramah itu membuat si penyambut tamu itu sendiri mengalami “pernyataan berkat” (Kej 18: 10, 13-14) dan “pengenalan akan kehadiran Tuhan” (Luk 24: 31-32) sehingga mampu menyelami kenyataan “hati yang berkobar”. “Pernyataan berkat” dalam kisah Kejadian 18 itu dapat dipahami sebagai pernyataan kehadiran otentik Allah yang memberikan berkat. Otentisitas Allah yang memberikan berkat itu sungguh-sungguh terungkap karena keramahtamahan yang disediakan oleh Abraham. Demikian juga pengalaman “pengenalan akan kehadiran Tuhan” dalam kisah Emaus merupakan hasil dari otentisitas kehadiran Tuhan dalam diri para murid sehingga mereka sanggup “mengenali-Nya”. Otentisitas kehadiran Tuhan dalam pengalaman Emaus itu dilambangkan dengan semua “indikator” yang telah dikenali oleh para murid dan indikator itu menunjuk kepada pribadi Yesus. Indikator kepribadian Yesus yang paling kuat dalam kisah Emaus ditunjukkan oleh peristiwa memecah roti.

Dalam konteks relasi antarpribadi, pengalaman “pernyataan berkat” dan “pengenalan akan kehadiran Tuhan” itu dapat dipahami sebagai relasi resiproksitas. Dalam ruang yang ramah itu pribadi-pribadi yang hadir “saling menyatakan berkat” dan “saling mengenali kehadiran Tuhan” dalam otentisitas masing-masing. Dengan demikian, hadir secara otentik dalam relasi antarpribadi merupakan sebuah kehadiran yang saling menyatakan berkat dan saling memfasilitasi proses pengenalan akan kehadiran Tuhan.

Kehadiran Apresiatif

Kesanggupan untuk membangun ruang yang ramah bagi orang lain (dan bagi Tuhan sendiri) melalui beragam cara mengelola keheningan batin, pada gilirannya akan melahirkan kesanggupan untuk hadir secara apresiatif bagi orang lain. Hadir secara apresiatif bagi orang lain adalah sikap batin yang menempatkan orang lain sebagai sahabat dan pribadi apa adanya, untuk mendorong otentisitas pribadinya berekspresi secara bebas, sehingga seluruh daya dan kekuatan pribadinya yang tersembunyi dan tersamar semakin tampak, menyatakan diri, dan mewujud di dalam kehidupan sehari-hari.

Kehadiran apresiatif bagi orang lain adalah kehadiran yang tetap mengakui bahwa orang lain itu memiliki kelemahan-kelemahan dan kekurangan, namun kelemahan dan kekurangan itu tidak dijadikan sebagai fokus dalam relasi. Fokus utama dalam relasi kehadiran apresiatif adalah penemuan dan pengakuan terhadap daya-daya dan kekuatan pribadi yang telah terbukti nyata dimiliki dan terekspresi, sambil terus mendorong daya-daya dan kekuatan lain yang tersembunyi dan tersamar, semakin menyatakan diri.

Kehadiran apresiatif juga berfokus kepada upaya mendukung orientasi-orientasi positif orang lain tentang masa depan, serta menemaninya agar orientasi-orientasi positif itu menemukan cara perwujudannya melalui tahap-tahap yang mungkin untuk dijalankan.


Prinsip-prinsip Utama

Kepemimpinan yang menemani adalah kebajikan kepemimpinan yang menyambut orang lain sebagai sahabat dan teman, yang memberikan ruang ramah bagi kehadirannya, dan yang berorientasi kepada penemuan daya-daya dan kekuatan pribadi, serta berupaya mendukung perwujudan orientasi-orientasi positif orang lain. Kepemimpinan yang menenami memiliki 6 (enam) prinsip sebagai berikut:

1. Kebebasan untuk dikenali

Kepemimpinan yang menemani adalah kepemimpinan yang menciptakan suasana kebebasan untuk dikenali. Suasana yang diwarnai kebebasan untuk dikenali memungkinkan setiap pribadi yang terlibat di dalam relasi ini merasa nyaman dan dipanggil untuk menghadirkan keunikan dirinya. Dalam suasana ini setiap pribadi merasa nyaman untuk hadir secara apa adanya, tanpa merasa takut untuk dinilai. Dalam kebebasan ini, setiap pribadi merasa aman dan bergembira untuk dikenali sebagai dirinya yang khas, tanpa merasa takut bahwa orang lain akan mengenali kelemahan dan kekurangannya. Dalam konteks penemanan terhadap para seminaris yang dianggap “bermasalah”, yang pertama-tama dibangun adalah suasana yang membuat seminaris itu tidak merasa dirinya ditempatkan sebagai orang yang bermasalah, melainkan sebagai orang yang diberi ruang untuk dikenali siapa dirinya secara apa adanya.

Kebebasan untuk dikenali ini memungkinkan setiap pribadi untuk menyatakan dirinya secara otentik, ringan, tanpa beban, tanpa cemas dan takut. Tentu saja pantas diakui bahwa barangkali tidak seratus prosen ketakutan atau kekhawatiran itu absen dalam relasi ini. Dapat terjadi masih ada sekian prosen rasa takut atau khawatir, namun secara umum suasana yang terbangun adalah suasan yang jauh lebih positif dan aman, yang mendorong otentisitas pribadi itu lebih mengemuka. Penyediaan ruang kebebasan untuk dikenali ini semakin lama akan semakin mampu meminggirkan halangan-halangan untuk hadir secara otentik.

2. Kebebasan untuk didengarkan

Ruang yang memberikan rasa nyaman untuk dikenali pada gilirannya melahirkan ruang yang nyaman untuk didengarkan. Setiap pribadi merasa bebas untuk didengarkan sebagai pribadi yang unik. Ia akan merasa bebas dan nyaman untuk menghadirkan cara pandang, cara berpikir, pertimbangan, sikap dan pilihan terhadap beragam hal. Ia akan merasa nyaman untuk menghadapi kenyataan bahwa ia barangkali memiliki “sesuatu yang berbeda” dari orang-orang lain dan sanggup menerima bahwa perbedaan itu merupakan sesuatu yang sah dan aman untuk dinyatakan. Demikian juga setiap pribadi akan merasa nyaman untuk menghadapi kenyataan bahwa orang lain memiliki perbedaan yang sah untuk dinyatakan juga.

Terciptanya ruang yang bebas untuk didengarkan ini sekali lagi mendorong hadirnya otentisitas setiap pribadi. Suasana kebebasan ini akan melahirkan kekayaan cara pandang, keragaman pilihan sikap, dan alternatif pertimbangan. Namun hal paling mendasar yang tumbuh dari suasana kebebasan untuk didengarkan adalah keyakinan dan rasa bermartabat sebagai pribadi yang mendapatkan kehormatan dalam relasi. Tumbuhnya keyakinan akan martabat diri sebagai pribadi yang unik inilah yang memungkinkan segala hal yang positip di dalam dirinya terstimulasi untuk bertumbuh, berkembang dan semakin menyatakan diri. Daya-daya positip yang tersamar dan tersembunyi semakin memiliki ruang untuk terekspresikan dan mengalir secara spontan. Semakin besar pertumbuhan daya-daya positip dalam diri pribadi, pada gilirannya akan semakin memperkecil kecenderungan negatif yang ada di dalam diri, dan bahkan menggantikan kecenderungan negatif itu dengan daya-daya yang jauh lebih positip. Dengan demikian, kreativitas, optimisme, inovasi, perubahan, kritik atas diri sendiri, dan kesanggupan untuk memilih hal-hal yang jauh lebih positif menjadi lebih dominan. Dengan kata lain, perubahan-perubahan positif dan transformatif juga memiliki kemungkinan untuk berkembang.

Kisah Emaus memberikan penggambaran yang jelas tentang perubahan positif dan transformatif yang terjadi sebagai akibat dari kebebasan untuk didengarkan. Para murid yang diberi ruang untuk didengarkan dalam seluruh perjalanan, diberi ruang untuk menyatakan segala sesuatu yang mereka ketahui, mereka pikirkan dan mereka rasakan, pada akhirnya mengalami pertumbuhan daya positif di dalam dirinya, yakni daya pengenalan akan kehadiran Tuhan, sehingga mengalami perubahan positif dan transformatif. Daya dan kecenderungan negatif seperti rasa kecewa, putus asa, kehilangan keyakinan dan sebagainya, digantikan oleh pencerahan (satori), pengenalan, hati yang berkobar-kobar, keyakinan dan pilihan untuk segera mewartakan apa yang terjadi.

3. Kebebasan untuk membangun orientasi

Martabat diri dan otentisitas pribadi yang telah mulai dilahirkan melalui kebebasan untuk dikenali dan didengarkan, yang menumbuhkan daya-daya positif, kreatif dan penyembuhan dari dalam, selanjutnya diberi ruang yang ramah untuk mendorong dan membangun orientasi kepada masa depan yang lebih baik, transformatif dan menjadi harapan diri. Keyakinan akan martabat, keunikan dan kekuatan-kekuatan potensial yang ada di dalam diri, dalam suasana yang nyaman dan aman difasilitasi agar digunakan untuk membangun perubahan dan capaian di masa depan, baik capaian dalam jangka jauh maupun dalam jangka yang lebih pendek. Orientasi masa depan itu dapat pula dipraktikkan melalui tahapan-tahapan capaian dalam jangka yang paling terukur baik harian, mingguan, bulanan, maupun tahunan.

Kepemimpinan yang menemani merupakan kebajikan kepemimpinan yang memberi ruang kepada orang lain sebagai sahabat sehingga ia merasa bebas untuk membangun orientasi dirinya sendiri pada masa depan. Upaya menemani ini secara konkret dihadirkan dalam wujud senantiasa membangun ingatan akan apa yang hendak dicapai, memberi semangat untuk mencapainya, memberikan harapan akan kebahagiaan dan suka cita yang akan dialami ketika orientasi dalam jangka tertentu itu dapat dicapai, meneguhkan harapan bahwa akan ada kebahagiaan dan kebanggan dari dalam ketika sebuah perubahan yang digambarkan itu dapat diraih dan terjadi dalam jangka tertentu. Kepemimpinan yang menemani juga memberikan ruang yang ramah bagi sahabat untuk secara tekun dan disiplin melatih diri untuk terus-menerus setia dan berupaya melangkah menuju orientasi tentang masa depan.

Memberikan ruang kebebasan untuk membangun orientasi berarti menyediakan ruang yang ramah bagi setiap pribadi untuk menimbang, merumuskan, menggambarkan, dan mengambil pilihan-pilihan tentang masa depan yang positif yang sesuai dengan harapan dan seluruh kecenderungan daya kreatif dalam dirinya. Yang utama dalam prinsip ini adalah menumbuhkan keyakinan dan kemantaban bahwa orientasi dan pilihan-pilihan perubahan positif di masa depan itu merupakan sesuatu yang mungkin dan dapat dicapai dan diwujudkan.

Dalam beberapa kasus, para seminaris yang dikategorikan “membutuhkan penemanan khusus”, seringkali membutuhkan penemanan lebih intens dalam hal ini. Mereka yang menunjukkan perilaku “nakal” dalam beragam bentuknya, seringkali menyadari diri bahwa mereka merasa tidak bebas untuk menentukan orientasi hidupnya di masa depan. Dapat pula terjadi bahwa mereka merasa orientasi yang ingin dibangunnya dianggap sebagai orientasi yang tidak pada tempatnya, keliru, tidak pantas, tidak layak dan sebagainya. Dalam beberapa kasus, ada pula yang sebenarnya mengalami disorientasi atau tak mampu merumuskan gambaran orientasi dirinya tentang masa depan yang hendak dibangun.

Ketika mereka merasakan kebebasan untuk membangun orientasi, atau ketika merasakan bahwa orientasi positif masa depan yang hendak dibangunnya itu merupakan orientasi yang sah, pantas, layak dan bermartabat, pada umumnya mereka akan mengalami perubahan-perubahan perilaku dalam hidup sehari-hari. Rasa berharga dan bermartabat untuk dapat membangun orientasi positif masa depan, melahirkan daya-daya positif untuk menghadirkan perilaku-perilaku yang lebih positif pula dalam kehidupan harian.

4. Kebebasan memilih cara berkontribusi

Setiap pribadi itu unik dan memiliki daya-daya positif yang berbeda. Oleh karenanya setiap pribadi memiliki kesanggupan yang berbeda-beda untuk dapat berkontribusi dalam kehidupan bersama dengan orang lain. Kebebasan untuk memilih cara berkontribusi ini memberi ruang yang ramah bagi setiap pribadi untuk memberikan kontribusi dalam hidup bersama secara lebih berkualitas. Kebebasan, kegembiraan, rasa berharga, perasaan berguna dan bermanfaat, perasaan bermakna karena dapat memberikan kontribusi kepada hidup bersama, pada gilirannya justru melahirkan dorongan yang lebih kuat untuk meningkatkan kualitas kebermanfaatan diri atau kontribusi diri bagi hidup bersama.

Apresiasi terhadap cara berkontribusi yang dipilih akan semakin memberikan daya dorong yang melahirkan kreativitas dan kualitas kontribusi. Energi positif yang ditimbulkannya akan terus mengalir bagai spiral yang terus-menerus melahirkan daya dorong baru untuk semakin meningkatkan kualitas kontribusi. Dalam suasana kebebasan semacam ini, pribadi-pribadi akan bertumbuh secara sehat dan produktif.

Pantas dipahami bahwa kebebasan untuk memilih cara berkontribusi ini dilatarbelakangi oleh cara berpikir yang berorientasi kepada hasil. Yang menjadi utama adalah hasil atau perubahan positif yang hendak dicapai oleh sebuah komunitas hidup bersama. Perubahan positif atau hasil yang hendak dicapai itu menjadi orientasi utama dan komitmen utama masing-masing anggota komunitas. Karena orientasi utamanya adalah pencapaian perubahan positif atau hasil yang diharapkan, maka soal bagaimana cara memberikan kontribusi agar perubahan positif atau hasil yang diharapkan itu dapat dicapai merupakan hal yang tidak diseragamkan, melainkan disesuaikan dengan kesanggupan masing-masing pribadi untuk dapat berkontribusi secara berkualitas demi pencapaian hasil tersebut.

Kebebasan untuk berkontribusi memang akan sangat mempengaruhi kualitas kontribusi, yang pada umumnya justru melahirkan kualitas maksimal dalam kontribusi sehingga melahirkan kemungkinan yang jauh lebih besar untuk dapat mencapai hasil atau perubahan positif yang dicita-citakan dalam hidup bersama. Ini semua karena setiap pribadi merasa bergembira, bahagia, bermanfaat, bermakna, dan bermartabat untuk dapat memberikan kontribusi sesuai dengan kesanggupan dan caranya masing-masing. Sekali lagi, kebebasan untuk memilih cara berkontribusi memiliki kecenderungan yang besar untuk menghasilkan kualitas kontribusi yang jauh lebih baik. Pada gilirannya, setiap pribadi yang merasa bahagia dan bermakna karena dapat berkontribusi bagi hidup bersama, akan mengalami pertumbuhan pribadi dan kapasitas yang semakin besar serta semakin menciptakan produktivitas dan kreativitas.

Hal lain yang lahir dari kebebasan untuk memilih cara berkontribusi adalah munculnya semangat untuk belajar. Kebebasan untuk memilih cara berkontribusi mendorong setiap pribadi untuk belajar tentang bagaimana ia dapat memberikan kontribusi secara lebih berkualitas dan lebih baik demi perubahan positif yang dapat dicapai oleh hidup bersama. Semangat untuk belajar ini juga akan berimplikasi kepada semakin besarnya kapasitas untuk memberikan kontribusi. Dengan demikian pertumbuhan kapasitas pribadi akan semakin segar dan positif.

5. Kebebasan untuk bertindak dalam dukungan

Karena merasakan kebebasan untuk dikenal, didengarkan, untuk membangun orientasi, dan untuk memilih cara berkontribusi, setiap pribadi akan merasakan kebebasan untuk bertindak di dalam dukungan lingkungannya. Setiap pribadi merasakan bahwa pilihan-pilihan tindakannya mendapatkan ruang yang ramah dan mendapatkan dukungan. Ini berarti pribadi ini akan menemukan keyakinan diri untuk mengambil pilihan tindakan yang positif baik bagi dirinya sendiri maupun bagi komunitas.

Kebebasan untuk bertindak di dalam dukungan akan melahirkan tindakan-tindakan yang semakin produktif dan kreatif. Selain itu, ia akan merasakan bahwa ia tidak sendirian melainkan bertindak dalam kerangka sebuah tim atau komunitas dan demi perubahan-perubahan positif dalam hidup bersama. Kebebasan untuk bertindak dalam dukungan ini juga akan melahirkan tindakan-tindakan yang cenderung semakin berkualitas karena diorientasikan kepada perubahan positif di masa depan yang dibangunnya, dan dihayati sebagai sebuah cara berkontribusi yang positif, serta menumbuhkan perasaan gembira dan bermakna karena memiliki manfaat bagi kehidupan bersama.

Setiap pribadi akan merasakan bahwa orang-orang lain peduli dan memiliki perhatian terhadap tindakan-tindakan yang ia pilih dan memiliki keinginan untuk saling bekerja sama. Masing-masing pribadi merasakan nyaman dan aman serta mendapatkan dukungan untuk melakukan percobaan, inovasi, tindakan kreatif, dan terus-menerus belajar meningkatkan kualitas tindakan. Dengan demikian, dalam suasana kebebasan untuk bertindak dalam dukungan, setiap pribadi merasakan adaya sistem keseluruhan yang merangsang setiap pribadi untuk menghadapi tantangan dan berani mengambil resiko, serta mendorong setiap pribadi untuk bertindak dalam kerjasama demi mencapai perubahan paling positif bagi hidup mereka bersama.

6. Kebebasan untuk bersikap positif

Pada akhirnya, seluruh ruang yang ramah dan menyediakan kebebasan itu, akan melahirkan kebebasan untuk bersikap positif dan merasa bergembira dalam setiap pilihan dan tindakan. Masing-masing pribadi akan merasakan bergembira melakukan segala sesuatu baik secara pribadi maupun secara bersama-sama. Kegembiraan yang tumbuh di dalam diri akan mendorong lebih banyak hal positif lain yang tersembunyi dan tersamar. Ia akan menjadi pribadi-pribadi yang bergembira, bersuka-cita serta bersemangat untuk melakukan banyak hal: untuk terus-menerus belajar, untuk terus-menerus memberikan kontribusi, untuk terus-menerus memberikan manfaat bagi orang lain dan komunitas, untuk terus-menerus mencari pembaharuan dan inovasi, untuk terus-menerus meningkatkan kapasitas diri, untuk terus-menerus berani menghadapi tantangan baru, serta terus-menerus semakin berani belajar mengambil resiko demi sebesar-besar perubahan positif, yakni perubahan positif yang menjadi orientasi pribadi maupun yang menjadi orientasi hidup bersama dalam komunitas.

Pengalaman para murid yang telah berkobar-kobar hatinya setelah mengenali kehadiran Tuhan melalui seluruh proses dialog, persahabatan, pertemenan dan terutama melalui peristiwa pemecahan roti, melambangkan sikap positif dan kegembiraan yang tumbuh, yang mengakibatkan mereka berani untuk segera bergegas mengabarkan semua ini kepada yang lain, menghadapi tantangan baru dan mengambil resiko.


Menjadi Murid Tuhan dalam Beragam Pilihan

Seluruh proses kepemimpinan yang menemani ini pada akhirnya berujung kepada orientasi jangka panjang bahwa apapun pilihan yang akan diambil pada periode selanjutnya (menjadi imam maupun menjadi awam), masing-masing pribadi adalah orang-orang yang dipanggil untuk senantiasa menjadi murid-murid Tuhan (discipulorum Domini) yang begembira untuk selalu menghadirkan nilai-nilai dan prinsip-prinsip hidup sebagaimana telah diajarkan dan diteladankan oleh Yesus sendiri: mencintai sesama seperti mencintai diri sendiri, menghadirkan keadilan terutama bagi mereka yang ditindas dan tersingkir, menghadirkan kedamaian bagi semua, membangun kesetaraan antarmanusia dalam seluruh perbedaan dalam keyakinan akan kesatuan Bapa, dan senantiasa berani secara rendah hati memasuki hening-sunyi Getsemani dalam diri untuk membiarkan diri berada dalam tuntunan Allah. Pantas diakui bahwa hari-hari ini, seluruh tantangan yang dihadapi tidaklah mudah. ***


* Artikel kecil ini merupakan refleksi atas pengalaman sebagai Sub Pamong Medan Utama Seminari Menengah Mertoyudan periode 1996-1997 

Sub Pamong adalah staf pendidik di Seminari yang bertanggung jawab untuk menemani proses edukasi para calon imam/pastor.

Medan Utama Seminari Menengah Mertoyudan adalah jenjang pendidikan tahap akhir di Seminari Mertoyudan (tahun ke-empat bagi mereka yang masuk sejak lulus SMP dan kelas persiapan atas bagi mereka yang masuk seminari setelah lulus SMA).



No comments: